dari voa-islam.com |
Menulis itu menyenangkan. Rasanya plong bisa mengeluarkan
pikiran atau perasaan yang mengganjal menjadi deretan kalimat. Seminggu ini,
saya mencoba menargetkan diri everyday blogging in this week, artinya
senggang atau nggak, mood atau nggak mood mencoba menulis apa saja yang ada
di kepala. Lagian ada yang nantangin saya nulis lantaran saya bilang kepadanya
saya punya banyak ide di kepala tapi hanya sedikit sekali yang menjadi tulisan
jadi. Folder ‘Just A Little Thought of Mine’ di komputer sudah melewati angka enam
puluh file draft tulisan tapi rekam jejak notes di facebook baru mencapai empat
puluh enam. File dengan judul ‘Ide menulis’ sudah mencapai belasan ide tapi
baru dua yang benar-benar jadi. Selebihnya hanya ide atau tulisan beberapa
paragraf yang kemudian ditinggal lantaran malas melanjutkannya.
pikiran atau perasaan yang mengganjal menjadi deretan kalimat. Seminggu ini,
saya mencoba menargetkan diri everyday blogging in this week, artinya
senggang atau nggak, mood atau nggak mood mencoba menulis apa saja yang ada
di kepala. Lagian ada yang nantangin saya nulis lantaran saya bilang kepadanya
saya punya banyak ide di kepala tapi hanya sedikit sekali yang menjadi tulisan
jadi. Folder ‘Just A Little Thought of Mine’ di komputer sudah melewati angka enam
puluh file draft tulisan tapi rekam jejak notes di facebook baru mencapai empat
puluh enam. File dengan judul ‘Ide menulis’ sudah mencapai belasan ide tapi
baru dua yang benar-benar jadi. Selebihnya hanya ide atau tulisan beberapa
paragraf yang kemudian ditinggal lantaran malas melanjutkannya.
Kata teman, suatu perbuatan baik itu harus dipaksakan.
Menargetkan diri itu adalah salah satu bentuk ‘pemaksaan’. Lalu woro-woro di situs
jejaring sosial adalah bentuk pemaksaan kedua. Yang pertama merasa tak enak
dengan diri sendiri dan yang kedua malu dengan orang-orang jika sudah woro-woro
tapi nggak dilakukan (yah walau mungkin nggak ada yang nungguin juga sih :P). Dari
melakukan sesuatu ‘keterpaksaan’ lama-lama menjadi ‘kebiasaan’. Kata teman sih
setelah dua bulan ‘dipaksakan’ sesuatu itu akan menjadi kebiasaan.
Menargetkan diri itu adalah salah satu bentuk ‘pemaksaan’. Lalu woro-woro di situs
jejaring sosial adalah bentuk pemaksaan kedua. Yang pertama merasa tak enak
dengan diri sendiri dan yang kedua malu dengan orang-orang jika sudah woro-woro
tapi nggak dilakukan (yah walau mungkin nggak ada yang nungguin juga sih :P). Dari
melakukan sesuatu ‘keterpaksaan’ lama-lama menjadi ‘kebiasaan’. Kata teman sih
setelah dua bulan ‘dipaksakan’ sesuatu itu akan menjadi kebiasaan.
Menulis itu, menurut saya, amat besar manfaatnya untuk diri
sendiri. Dulu sempat bikin serial notes ‘Book of The Week’ dengan tujuan utama
mempersingkat waktu membaca satu buku menjadi seminggu untuk satu buku dan agar
menyelesaikan buku yang sudah dimulai (sering membaca suatu buku dan tidak
menyelesaikannya) tetapi menghentikannya di minggu ketujuh lantaran merasa
keteteran membaca satu buku setiap minggunya. Setelah menghentikannya, waktu
menyelesaikan suatu buku bisa mencapai dua hingga tiga minggu, malah ada yang
sebulan belum kelar juga hiks. Hasil kegalauan saya menunggu penempatan saya tuangkan dalam Catatan (Tidak) Galau Sebelum Penempatan : Semeleh dan hikmah yang saya dapat dari masalah-masalah yang pernah saya alami saya tuangkan dalam Catatan (Anti) Galau : Big Girls Don’t Cry . Menuliskan keduanya membuat saya merasa lebih kuat.
sendiri. Dulu sempat bikin serial notes ‘Book of The Week’ dengan tujuan utama
mempersingkat waktu membaca satu buku menjadi seminggu untuk satu buku dan agar
menyelesaikan buku yang sudah dimulai (sering membaca suatu buku dan tidak
menyelesaikannya) tetapi menghentikannya di minggu ketujuh lantaran merasa
keteteran membaca satu buku setiap minggunya. Setelah menghentikannya, waktu
menyelesaikan suatu buku bisa mencapai dua hingga tiga minggu, malah ada yang
sebulan belum kelar juga hiks. Hasil kegalauan saya menunggu penempatan saya tuangkan dalam Catatan (Tidak) Galau Sebelum Penempatan : Semeleh dan hikmah yang saya dapat dari masalah-masalah yang pernah saya alami saya tuangkan dalam Catatan (Anti) Galau : Big Girls Don’t Cry . Menuliskan keduanya membuat saya merasa lebih kuat.
Yang kedua, dari tulisan yang kita buat, sebenarnya kita
membuat komitmen terhadap diri sendiri dan dengan disaksikan orang-orang yang
membacanya. Si penulis haruslah menjadi orang pertama yang menerapkan apa yang
ditulisnya. Sekaligus sebagai pengingatnya jika suatu hari nanti dia melenceng
dari apa yang pernah ditulisnya. “Dulu saya pernah menulis ini,” Jadi semacam self-control
yang cukup efektif. Pernah suatu teman menulis status atau note (saya lupa-lupa
ingat) tentang keutamaan sholat tepat waktu. Saya, entah kenapa, merasa perlu
mengingatkannya yang sedang online di facebook dengan sekadar mengajak chat “Eh
udah masuk waktu sholat tuh, kemarin aku baca tulisanmu tentang sholat tepat
waktu loh hehe,”.
membuat komitmen terhadap diri sendiri dan dengan disaksikan orang-orang yang
membacanya. Si penulis haruslah menjadi orang pertama yang menerapkan apa yang
ditulisnya. Sekaligus sebagai pengingatnya jika suatu hari nanti dia melenceng
dari apa yang pernah ditulisnya. “Dulu saya pernah menulis ini,” Jadi semacam self-control
yang cukup efektif. Pernah suatu teman menulis status atau note (saya lupa-lupa
ingat) tentang keutamaan sholat tepat waktu. Saya, entah kenapa, merasa perlu
mengingatkannya yang sedang online di facebook dengan sekadar mengajak chat “Eh
udah masuk waktu sholat tuh, kemarin aku baca tulisanmu tentang sholat tepat
waktu loh hehe,”.
Hal yang tak kalah menarik lainnya dari menulis adalah
dengan menulis orang mengenal kita. Kata Jamil Azzaini melalui akun twitternya “Dengan
membaca kita tahu dunia, dengan menulis dunia tahu kita,”. Artinya dengan
tulisan, kita menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Sering kali ada saja
teman atau kenalan yang tiba-tiba mengajak ngobrol tentang buku, entah buku
yang pernah saya review, bertanya tentang buku baru apakah saya sudah membacanya
atau memberikan rekomendasi buku bagus. Tiba-tiba saja kami terlibat
pembicaraan yang seru tentang buku dan dari sana sering saya memperoleh banyak
informasi, tentang buku, penulis atau hal-hal seputar itu. Dari review buku ‘Islam Liberal 101’ misalnya dan cukup seringnya saya nge-tweet tentang anti liberalisme
misalnya, saya berkenalan dengan orang-orang dengan pemikiran sama yang dari
mereka saya banyak belajar. Tulisan akan semakin mendekatkan orang-orang yang memiliki
kecenderungan yang sama. Pernah juga saya bercerita dengan seseorang yang saya
panggil ‘teteh’ yang mengelola kedai bakso (dalam Catatan (Tidak) Galau Sebelum Penempatan : Semeleh ) dan ada teman yang bertanya dimana
lokasi persisnya kedai teteh, lumayan membantu promosi kedainya hehe.
dengan menulis orang mengenal kita. Kata Jamil Azzaini melalui akun twitternya “Dengan
membaca kita tahu dunia, dengan menulis dunia tahu kita,”. Artinya dengan
tulisan, kita menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Sering kali ada saja
teman atau kenalan yang tiba-tiba mengajak ngobrol tentang buku, entah buku
yang pernah saya review, bertanya tentang buku baru apakah saya sudah membacanya
atau memberikan rekomendasi buku bagus. Tiba-tiba saja kami terlibat
pembicaraan yang seru tentang buku dan dari sana sering saya memperoleh banyak
informasi, tentang buku, penulis atau hal-hal seputar itu. Dari review buku ‘Islam Liberal 101’ misalnya dan cukup seringnya saya nge-tweet tentang anti liberalisme
misalnya, saya berkenalan dengan orang-orang dengan pemikiran sama yang dari
mereka saya banyak belajar. Tulisan akan semakin mendekatkan orang-orang yang memiliki
kecenderungan yang sama. Pernah juga saya bercerita dengan seseorang yang saya
panggil ‘teteh’ yang mengelola kedai bakso (dalam Catatan (Tidak) Galau Sebelum Penempatan : Semeleh ) dan ada teman yang bertanya dimana
lokasi persisnya kedai teteh, lumayan membantu promosi kedainya hehe.
Selain itu dengan menulis seseorang akan terdorong untuk semakin
banyak membaca. Membaca adalah guru terbaik penulis. Membaca adalah input
sedangkan menulis adalah outputnya. Dari membaca dapat memicu timbulnya
inspirasi yang lantas dikembangkan si penulis melalui pengalaman atau pengamatannya
atau mungkin sekadar membagi ilmu yang didapatnya dari bacaan tersebut. Dan
efeknya, dari semakin banyak membaca akan semakin bertambah ilmu si penulis.
Dahsyat bukan?
banyak membaca. Membaca adalah guru terbaik penulis. Membaca adalah input
sedangkan menulis adalah outputnya. Dari membaca dapat memicu timbulnya
inspirasi yang lantas dikembangkan si penulis melalui pengalaman atau pengamatannya
atau mungkin sekadar membagi ilmu yang didapatnya dari bacaan tersebut. Dan
efeknya, dari semakin banyak membaca akan semakin bertambah ilmu si penulis.
Dahsyat bukan?
Yang terakhir, semoga tulisan yang kita buat bisa menjadi
ladang kebaikan kita. Saya membayangkan alangkah indahnya jika nanti ketika
semua pahala dan dosa telah selesai dihitung, dari arah yang tak terduga-duga
dan tak pernah kita ketahui, timbangan kanan kita bertambah berat. “Ini loh,
ada orang yang tergerak setelah membaca tulisanmu dan kemudian ia berbuat suatu
kebaikan,” lalu menular dan menular. Ah, boleh kan saya bermimpi? 🙂
ladang kebaikan kita. Saya membayangkan alangkah indahnya jika nanti ketika
semua pahala dan dosa telah selesai dihitung, dari arah yang tak terduga-duga
dan tak pernah kita ketahui, timbangan kanan kita bertambah berat. “Ini loh,
ada orang yang tergerak setelah membaca tulisanmu dan kemudian ia berbuat suatu
kebaikan,” lalu menular dan menular. Ah, boleh kan saya bermimpi? 🙂
Monika, seseorang yang sedang belajar menulis
13 Comments. Leave new
salam kenal ya? izin follow ^^v
ada istilah pena lebih tajam dari pedang….
🙂
Salam kenal.. Makasih untuk follownya 🙂
Setuju Dihas, btw selamat untuk wisudanya ya, siap2 masuk dunia kerja hehe 🙂
tujuan nulis apa dulu… http://sidhartagunawan.blogspot.com/2011/01/k-adang-saya-menangis-kadang-tertawa.html
keep writing!!!tulisan memang kadang bisa lebih tajam dari lidah ya….
Sepakat mas Gun dan mbak Uty 🙂
Wow, bahasa tulisan yg indah sekali.. aq follow aahh.. jgn lp mampir di blog reyotku yah.. salam kenal.
#ngarep difolback, hehe.
Setuju! Bahkan dengan menulis "kegalauannya" Multatuli dengan Max Haveelar-nya membuka mata pemerintah imperialis Belanda masa lalu dan Harrriet Beecher-Stowe dengan Uncle Tom's Cabin berhasil membuka mata publik tentang nasib kaum budak belian di AS baheula kala 😀
satu lagi.. kata Neng Pipit Fiharsi dari blog Ruang Hati.. "Menulis adalah membaca dua kali." 😀
btw..tapi kalau boleh saran sih.. verifikasi kata di komentar blog ini mohon dinonaktifkan aja.. biar pengunjung tidak "menulis dua kali" wkwkwkwkwk!!
Wah merasa tersanjung dikunjungi blogger senior hehe..
makasih sarannya kak, udah di-nonaktifkan sekarang.. 🙂
Agree.
Menulis atau apapun kegiatan baik memang harus dipaksakan. Karna kadang kita tebuai dengan alasan-alasan yang kita buat sendiri.
Mari menulis 😉
mari semangat menulis 🙂
btw makasih atas kunjungannya ya, sering2 berkunjung hehe 🙂
Makasih kunjungan dan follow-nya.. Salam ukhuwah ya ukhty ^^