Entah sudah berapa puluh kali kereta dan bus membawaku meninggalkan kampung halaman, Semarang, menuju ibukota tetapi selalu saja sebersit rasa sedih singgah untuk beberapa saat lamanya. Entah sudah beberapa puluh kali pulang ke kotaku tetapi selalu saja setiap menjejakkan kaki lagi, ada rasa nyaman yang tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuh, rasa nyaman yang sulit untuk dideskripsikan. Mungkin itulah yang disebut kampung halaman. Mungkin itu yang disebut dengan pulang.
Usia delapan belas, meninggalkan rumah untuk pertama kali demi menuntut ilmu di kampus STAN, sekitar enam ratus kilometer jauhnya dari rumah. Masih teringat jelas, satu tetes air mata jatuh saat pertama kali berada di rumah kosan yang pertama. Alangkah jauhnya aku dari rumah! Bahkan aku sempat berpikir “Bertahanlah di STAN, ya seenggaknya satu semester lah, kalau benar-benar tak tahan jauh dari rumah” mengingat STAN terkenal dengan sistem DO-nya yang ketat. Haha, kalau diingat-ingat konyol juga. Saking tak ingin jauh dari rumah waktu itu.
Jauh dari rumah artinya mau tak mau (belajar) siap untuk menjadi dewasa. Jauh dari perlindungan orang tua, jauh dari masakan mama, mencari makan sendiri dan hal-hal lainnya yang selama ini dilakukan oleh orang tua, sekarang apa-apa sendiri. Amat terasa saat puasa di kampus, paling lambat jam tiga pagi bangun dan dengan mata yang masih merem melek keluar kosan mencari makan sahur. Apalagi kalau sakit, duh rasanya ingin pulang rumah saja lah. Btw, terkadang sakit itu sembuh dengan sendirinya loh kalau pulang, homesick ini ya hihi.
Mungkin benar kata orang kalau terkadang kita butuh rasa kehilangan agar kita merasa memiliki. Saat jarak memisahkan itulah, mulai terasa betapa keberadaan orang tua di sisi adalah hal yang teramat berharga dan betapa mereka sangat menyayangi kita. Kalau tak merasakan jauh dari rumah, mungkin hubungan dengan orang tua tak akan seerat saat ini (mungkin seperti saat SMA yang agak tertutup dengan orang tua dan lebih sering berkumpul dengan teman-teman). Bercerita apa saja tanpa sungkan atau tiba-tiba menangis lantaran rindu yang begitu hebatnya tapi tak bisa begitu saja pulang. Ah.
Kata Imam Syafi’i merantaulah, manisnya perjuangan akan kau rasakan. Air yang menggenang tak akan menghasilkan air yang jernih. Merantau, selain berjuang untuk hidup tanpa orang tua, merantau menempa mental untuk menjadi dewasa. Bagaimana untuk berusaha sebaik mungkin beradaptasi dengan lingkungan baru di samping meraih tujuan dari merantau itu sendiri. Melihat banyak hal dengan sudut pandang yang berbeda. Selain itu, dengan merantau saya jadi mengenal teman-teman dari seluruh Indonesia, dengan adat yang berbeda-beda dan tentu saja merasakan lezatnya makanan khas daerah masing-masing saat usai liburan hehe.
Merantau, entah untuk berapa lama merantau. Mungkin suatu saat saya akan kembali tinggal di Semarang, mungkin tidak. Hanya Tuhan yang tahu. Namun walau telah bertahun-tahun merantau, saya selalu merasa sebagai penduduk Semarang, entah kenapa di Jakarta ini seperti menumpang. Menumpang kerja, menumpang belajar. KTP juga tak (belum) berniat menggantinya. Haha.
Saat jauh dari rumah itulah, merasakan dengan sangat betapa saya membutuhkan keluarga, betapa kedua orang tua menyayangi saya. Dan semakin saya mengingat betapa sayangnya mama papa kepada saya, semakin saya menyadari betapa penyayangnya Yang Menciptakan mereka untuk saya. :’)
Yang selalu bikin kangen: Mama, Papa, Thia dan Hilmy |
11 Comments. Leave new
merantau, 🙂
kutipan dari imam Syafii itu sesuatu, 😀
Benar mas.. Perkataan Imam Syafi'i itu benar2 menguatkan jiwa2 para perantau.. Makasih kunjungannya.. Salam rantau 😀
wah merantau,ke STAN ya? 🙂 hmm
Sekarang sih udah kerja, tp masih jd perantau hehe…
wah…ortu past bangga anaknya merantau ke STAN…
keep spirit yahh…mereka selalu mendukungmu……….
wah temanya lagi merantau nih ya, hahaha
apalagi kalau udah beda pulau Mon, pokoknya dimanapun asal di Jawa berasa rumah deh pokoknya, hiks 🙁
tapi tetep bertahan laaah, udah gede ini hahaha
Iya nih Cha. Haha. Kerenan kamu lah, rantau beda pulau, semangat rantau 😀
huaa terharuuuu :')
cemungudh ya! banggain orang tua nya 🙂
oia, ikut comment yuk http://intanemic.blogspot.com/2012/02/sekarang-jamannya-eksis-dengan-internet.html 😀
hihi iyahhhh mba
bener tuh,,,,
aku pernah 3 kali lebaran baru pulkam mb….
wow salut.. kuliah di luar negeri ya? *nebak*